Harga Rokok Naik, Berhenti Merokok dengan Akupuntur

cara-berhenti-merokok-dengan-akupunktur

Dalam dua pekan terakhir, isu kenaikan harga rokok menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Ini dipicu oleh hasil penelitian dari FKMI UI kepada 1000 responden tentang kebijakan usulan menaikan cukai dan harga rokok. Dalam penelitian itu, 72 persen perokok menyatakan akan berhenti merokok jika harga rokok 50 ribu per bungkus.
Usulan kebijakan ini memicu pro dan kontra. Sebagian besar masyarakat mendukung kenaikan harga rokok untuk memperkuat pengendalian konsumsi rokok terutama di kalangan anak muda dan perokok miskin. Sementara kelompok lain menolak karena menganggap kebijakan ini akan berpengaruh terhadap pendapatan negara, buruh industri rokok, dan petani tembakau.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan beberapa pertimbangan untuk menakar usulan kebijakan menaikkan harga rokok tersebut.

Urgensi Pengendalian

Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat rokok. Indikatornya terlihat dari prevalensi perokok sangat tinggi. Sepertiga penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan perokok laki-laki tertinggi di dunia (66 persen tahun 2013).

Lalu lebih dari 230 ribu orang meninggal karena penyakit terkait rokok dan 120 juta orang terpapar asap rokok di dalam rumah dengan sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sementara itu trend usia mulai merokok juga bergeser ke usia yang lebih muda.
WHO menyebutkan setengah dari perokok akan mengalami gangguang kesehatan serius. Dengan tingginya prevalensi perokok ini tentunya menjadi ancaman serius terhadap masa depan bangsa. Generasi muda perokok yang diharapkan menjadi bonus demografi pada 2030 – 2045 terancam menjadi generasi yang sakit-sakitan dan menjadi beban negara.
Untuk itu pengendalian konsumsi rokok seharusnya dijadikan sebagai salah satu prioritas pembangunan sesuai amanat konstitusi UUD 1945, Nawa Cita, RPJPN dan RPJMN. Dalam hal ini, negara wajib melindungi rakyat termasuk dari ancaman pandemi zat adiktif. Namun dalam prakteknya, regulasi yang ada belum cukup efektif mengerem laju perokok di Indonesia.
Ini disebabkan masih menyisakan banyak lubang (loopholes) seperti pelaksanaan kawasan tanpa rokok yang belum maksimal, masih diperbolehkannya promosi, akses yang mudah serta harga rokok yang masih sangat murah.

Kebijakan Efektif

Dari pengalaman cerdas di berbagai negara, usaha efektif dalam penanggulangan konsumsi rokok tentunya harus dilaksanakan secara komprehensif dengan mengatur sisi supply dan demand. Dari segi supply, pemerintah harus melakukan intervensi untuk membantu petani dan pekerja industri rokok.
Sementara dari segi demand, pemerintah dapat melakukan pengendalian dengan pengaturan kawasan tanpa rokok, layanan berhenti merokok, peringatan kesehatan bergambar serta mekanisme cukai dan penetapan harga.
Menaikkan harga rokok adalah salah satu cara paling efektif dalam menurunkan prevalensi perokok. Setidaknya hal ini dapat memberikan 3 keuntungan sekaligus, yaitu mencegah anak-anak mulai merokok, mendorong penduduk miskin untuk mengurangi konsumsi atau berhenti sama sekali, serta meningkatkan penerimaan negara.
Penelitian WHO menunjukkan kenaikan harga 10 persen akan membantu menurunkan konsumsi 4 hingga 8 persen. Di sisi lain, kebijakan ini juga mendorong perokok mengalokasikan uangnya bagi pengeluaran yang lebih produktif seperti untuk kesehatan, pemenuhan gizi, pendidikan dan tempat tinggal.
Kemudian dari segi penerimaan, pengalaman negara berkembang juga bisa dijadikan contoh. Di Afrika Selatan dalam rentang 1994 – 2001, pendapatan cukainya meningkat hingga dua kali lipat karena naiknya cukai rokok. Begitu pula di Thailand, dalam waktu 1994 -2007 naiknya cukai dan harga rokok meningkatkan pendapatan cukai rokok dari 20.002 juta baht menjadi 41.528 juta baht pada 2007.
Meski besar didedikasikan untuk upaya kesehatan masyarakat dan promosi keselamatan berkendara, namun cukai rokok Thailand juga mampu membantu pembiayaan pembangunan terutama untuk pembangunan infrastruktur di negara tersebut.
Dari sudut politik dan dukungan masyarakat, kebijakan menaikkah harga rokok juga cukup populer. Selain hasil survey FKM UI, survei yang dilakukan Universitas Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA (Uhamka) bekerjasama dengan IISD tahun 2013 kepada 1444 responden di 8 kota di Indonesia menunjukkan 77,1 persen masyarakat mendukung kebijakan menaikkan cukai dan harga rokok.
Masyarakat mendukung karena 95,5 persen mengetahui bahwa rokok menyebabkan berbagai gangguan penyakit serius dan 66,7 persen mengetahui harga rokok di Indonesia masih terlalu murah. Survei ini sejalan dengan hasil-hasil survei serupa yang dilakukan di banyak daerah terkait kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Ini menunjukkan bahwa dukungan masyarakat sudah sangat tinggi kepada regulasi dan pengaturan untuk memperketat peredaran rokok.



Sumber
Wahyudi K., Deni. "Menakar Kebijakan Harga Rokok, Siapa yang Untung dan Buntung?". 2016. http://www.voxmuda.com



Mau Berhenti Merokok tapi SUSAH? Kata Siapa? 
Asal ada KEMAUAN KUAT, PASTI BISA !! 
Kami bisa membantu Anda BERHENTI MEROKOK dengan AKUPUNTUR 
Untuk Informasi Lebih Lanjut,
 Segera Hubungi Kami 081382569336

2 komentar:

  1. Dokter, bisakah orang seperti saya yang ketergantungan dengan rokok bs bebas dr rokok? bth brp x terapi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah bisa asal si perokok ini punya kemauan kuat dan disiplin dalam terapi dalam hal ini harus mengikuti saran dari dokter.. untuk berapa kalinya tergantung tingkat ketergantungan dan kemauan si pasien.. kalau pasien cm 1 bungkus biasanya hanya 1 kali terapi. fyi, ketika di terapi untuk rokok jangan kaget setelah diterapi akan merasakan tidak enak ketika dipaksa merokok dia merasakan rokok pahit dan kapok dan tdk kuat lagi merokok. nah setelah itu berlanjut ke proses detoksifikasi.. ini yang terkadang disalah artikan si perokok yg menimbulkan spekulasi saya lebih sehat merokok.. padahal klo berhenti merokok dengan atau tanpa bantuan terapi pasti merasakan detoksifikasi yang alami yang dilakukan oleh tubuh.

      Hapus

Silahkan untuk pertanyaan mengenai Kesehatan Anda..
Gunakan bahasa yang Sopan ya.. Terimakasih..

Diberdayakan oleh Blogger.